Kamis, 26 Maret 2009

Di mana Darmaga itu




Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan semua kenikmatan dan keindahan di alam semesta ini. Subhanallah Allah telah menciptakan alam raya dan kehidupan yang ada di dalamnya dibalut dengan beragam keindahan Setiap sudut yang terlihat adalah keserasian dan keseimbangan dari karya cipta dari Yang Mahaagung. Tidak ada detail yang tercecer dari keindahan yang Allah ciptakan. Inilah yang patut kita syukuri sebagai hamba yang beriman.
Keindahan ini bisa juga dirasakan terhadap kedua insan yang saling mencintai karena Allah. Keindahan saling mencintai dalam bingkai Islam sungguh sangat begitu indah cinta itu terpancar.
Ada seorang wanita menyukai keindahan yang ada dihatinya yaitu mencintai….ketika datang seorang laki-laki yang ingin mengisi cerita kehidupan mereka, tapi si wanita bingung apakah laki-laki ini layak untuk mengisi cerita dan keindahan di hatinya!? Dan wanita itu kemudian pergi mengembara mencari teman yang layak mengisi keindahan kehidupan di hatinya. Mungkin orang lain berpikir bahwa dia seorang wanita pemilih atau sok cantik dan bla bla bla…..tapi wanita ini tetap mengembara dan berlabuh dari satu darmaga ke darmaga lain. Wanita ini hanya ingin mencari teman hidup pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu agar bertambah keindahan untuk mencintai-Mu, apakah salah bila wanita ini hanya ingin menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu dan menjaga rindu padanya agar tidak lalai merindukan syurga-Mu. Wanita ini terus mengembara karena dia begitu merindukan seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu tapi dia tetap menjaga kerinduan padanya agar tidak lalai merindukan syurga-Mu.
Wanita ini ingin sekali perlabuh di suatu darmaga karena dia tahu pengembaraannya ada halangan dan hambatan. Akhirnya wanita ini menangis dalam kesendirian setiap sujud malam panjangnya, dia takut pengembaraan yang dia lakukan sia-sia sehingga hanya murka-Nya yang didapat. Wanita ini terus menangis dan menangis karena dia begitu takut murka dan ujian tidak bisa lagi dia bedakan, dia pun takut berhenti apakah cinta karenaNya atau hanya syahwat tidak bisa lagi dibedakan.
Wanita ini terus mencari di mana kah darmaga hatinya kan berhenti. Dia selalu berdoa “Ya muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu. Ya Allah.....Rabbul izzati jikalau aku jatuh hati jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu. Ya Allah, engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Penuhilah hati-hati ini dengan nur cahaya-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dadaku dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakkal di jalan-Mu..”
Sebagian wanita berharap dapat menikah dengan laki-laki yang mereka cintai, tapi dia beda, dia berharap agar mencintai laki-laki yang dinikahinya.



Salam
dD



Tangisan Isam bin Yusuf

Dikisahkan bahwa ada seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk sembahyangnya. Namun demikian dia selalu khuatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih baik ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasanya kurang khusyuk.

Pada suatu hari Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Asam dan bertanya: "Wahai Aba Abdurrahman (Nama gelaran Hatim), bagaimanakah caranya tuan sembahyang?"

Berkata Hatim: "Apabila masuk waktu sembahyang, aku berwuduk zahir dan batin."
Bertanya Isam: "Bagaimana wuduk batin itu?"
Berkata Hatim: "Wuduk zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wuduk dengan air. Sementara wuduk batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara:
* Bertaubat.
* Menyesali akan dosa yang telah dilakukan.
* Tidak tergila-gila dengan dunia.
* Tidak mencari atau mengharapkan pujian dari manusia
* Meninggalkan sifat bermegah-megahan.

* Meninggalkan sifat khianat dan menipu.
* Meninggalkan sifat dengki."

Seterusnya Hatim berkata: "Kemudian aku pergi ke Masjid, kukemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku. Dan kubayangkan pula bahawa aku seolah-olah berdiri di atas titian Shiratul Mustaqim' dan aku menganggap bahwa sembahyangku kali ini adalah sembahyang terakhir bagiku (kerana aku rasa akan mati selepas sembahyang ini), kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik. Setiap bacaan dan doa dalam sembahyang ku faham maknanya, kemudian aku rukuk dan sujud dengan tawaduk (merasa hina), aku bertasyahud (tahiyat) dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersembahyang selama 30 tahun.

Apabila Isam mendengar menangislah ia sekuat-kuatnya kerana membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim