Rabu, 09 April 2008

LAPANGAN GHARIZAH

LAPANGAN GHARIZA


ALLAH menjadikan manusia supaya menjadi khalifah di permukaan bumi dan mengatur kesejahteraan bumi itu. Tujuan ini tidak akan dapat tercapai, melainkan apabila jenis manusia ini terus berkembang. Hidupnya berlangsung terus di permukaan bumi ini baik dengan bercocok-tanam, mendirikan perusahaan, pertukangan atau membuat bangunan-bangunan serta melaksanakan hak-hak Allah yang dibebankan kepadanya. Dan supaya kesemuanya itu dapat tercapai juga, maka Allah melengkapi tubuh manusia ini dengan gharizah (instink) dan rangsangan-rangsangan yang dapat membawa manusia ini dengan seluruh daya kemampuannya untuk kelangsungan hidupnya secara pribadi dan kelangsungan jenis.
Di antara sekian banyak gharizah itu ialah makan, dengan adanya makan ada kenyang, pribadi manusia itu boleh terus hidup. Dan ada pula gharizah seksual, dimana dengan tersalurnya gharizah ini jenis manusia itu dapat berlangsung. Gharizah kedua ini sangat kuat sekali pada tubuh manusia. Oleh kerana itu dia selalu minta tempat penyaluran untuk memenuhi fungsinya dan memuaskan keinginannya. Untuk itu manusia pasti berhadapan dengan salah sate posisi sebagai berikut:

1. Mungkin manusia akan melepaskan kendali seksualnya, sehingga akan pergi ke mana saja dan berbuat apa saja tanpa batas perisai yang membendungnya berupa agama, budi ataupun adat. Situasi ini terjadi di kalangan aliran-aliran yang bebas (free thinker) yang tidak beriman kepada Allah dan nilai-nilai yang luhur. Situasi seperti ini cukup dapat menjatuhkan derajat manusia kepada derajat binatang dan menghancurkan pribadi dan rumahtangga serta masyarakat secara keseluruhan.

2. Mungkin juga manusia akan menentang gharizah seksualnya itu, seperti halnya yang terjadi di kalangan aliran-aliran yang menganggap hubungan seksual itu suatu perbuatan yang kotor (cemar), melarang perkahwinan dan menganggap celaka kalau kahwin, seperti aliran Mano, kependetaan dan sebagainya. Pendirian ini berarti suatu penguburan terhadap gharizah dan menghilangkan fungsi gharizah seksual serta meniadakan kebijaksanaan dzat yang menciptakannya serta melawan aturan hidup yang mengatur gharizah ini supaya tersalur sesuai dengan fungsinya.

3. Mungkin juga manusia akan membuat pembatas yang beroperasi ke dalam, tanpa menjatuhkan derajat manusia dan tanpa memberikan kebebasan yang kegila-gilaan itu.

Pendirian ini berlaku di kalangan pemeluk-pemeluk agama Samawi (agama-agama yang datangnya dari Tuhan) iaitu dengan diharamkannya pembunuhan dan dianjurkannya kahwin. Pendirian ini lebih menonjol lagi terdapat di dalam ajaran Islam yang mengakui gharizah seksual ini. Untuk itu maka dipermudah jalan-jalan penyalurannya; di samping Islam melarang hidup membujang dan menjauhi perempuan. Kemudian dibuatlah aturan-aturan yang melarang perbuatan zina dengan segala macam manifestasi dan pendahuluannya.

Pendirian inilah yang kiranya sangat adil dan bijaksana. Sebab andaikata tidak ada anjuran untuk kahwin, niscaya gharizah seksual ini tidak akan dapat memenuhi fungsinya dalam rangka kelangsungan manusia.

Begitu juga andaikata pembunuhan itu tidak dilarang dan tidak diharuskannya seorang laki-laki mengadakan hubungan dengan perempuan, niscaya rumahtangga yang dibina di bawah naungan kehalusan budi yang tumbuh dari rasa cinta kasih (mawaddah warahmah) itu tidak akan ada. Dan jika rumahtangga tidak ada, masyarakat pun tidak akan ada; dan niscaya masyarakat tidak akan menemukan jalan untuk menuju kemajuan dan kesempurnaannya.

• Jangan Mendekati Zina

Tidak menghairankan kalau seluruh agama Samawi mengharamkan dan memberantas perzinaan. Terakhir ialah Islam yang dengan keras melarang perzinaan serta memberikan ultimatum yang sangat tajam. kerana perzinaan itu dapat mengaburkan masalah keturunan, merusak keturunan, menghancurkan rumahtangga, meretakkan perhubungan, meluasnya penyakit kelamin, kejahatan nafsu dan merosotnya akhlak. Oleh kerana itu tepatlah apa yang dikatakan Allah:
“Jangan kamu dekat-dekat pada perzinaan, kerana sesungguhnya dia itu perbuatan yang kotor dan cara yang sangat tidak baik.” (al-Isra': 32)
Islam, sebagaimana kita maklumi, apabila mengharamkan sesuatu, maka ditutupnyalah jalan-jalan yang akan membawa kepada perbuatan haram itu, serta mengharamkan cara apa saja serta seluruh pendahuluannya yang mungkin dapat membawa kepada perbuatan haram itu.
Justru itu pula, maka apa saja yang dapat membangkitkan seks dan membuka pintu fitnah baik oleh laki-laki atau perempuan, serta mendorong orang untuk berbuat yang keji atau paling tidak mendekatkan perbuatan yang keji itu, atau yang memberikan jalan-jalan untuk berbuat yang keji, maka Islam melarangnya demi untuk menutup jalan berbuat haram dan menjaga daripada perbuatan yang merusak.
• Pergaulan Bebas adalah Haram
Di antara jalan-jalan yang diharamkan Islam ialah: Bersendirian dengan seorang perempuan lain. Yang dimaksud perempuan lain, iaitu: bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram dikahwin untuk selama-lamanya, seperti ibu, saudara, bibi dan sebagainya yang insya Allah nanti akan kami bicarakan selanjutnya.
Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga kedua insan tersebut dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiganya.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, kerana yang ketiganya ialah syaitan." (Riwayat Ahmad)

"Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama mahramnya."
Imam Qurthubi dalam menafsirkan firman Allah yang berkenaan dengan isteri-isteri Nabi, iaitu yang tersebut dalam surah al-Ahzab ayat 53, yang artinya: “Apabila kamu minta sesuatu (makanan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. kerana yang demikian itu lebih dapat membersihkan hati-hati kamu dan hati-hati mereka itu,” mengatakan: maksudnya perasaan-perasaan yang timbul dari orang laki-laki terhadap orang perempuan, dan perasaan-perasaan perempuan terhadap laki-laki. Yakni cara seperti itu lebih ampuh untuk meniadakan perasaan-perasaan bimbang dan lebih dapat menjauhkan dari tuduhan yang bukan-bukan dan lebih positif untuk melindungi keluarga.
Ini berarti, bahawa manusia tidak boleh percaya pada diri sendiri dalam hubungannya dengan masalah bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Oleh kerana itu menjauhi hal tersebut akan lebih baik dan lebih dapat melindungi serta lebih sempurna penjagaannya.Secara khusus, Rasulullah memperingatkan juga seorang laki-laki yang bersendirian dengan ipar. Sebab sering terjadi, kerana dianggap sudah terbiasa dan memperingan hal tersebut di kalangan keluarga, maka kadang-kadang membawa akibat yang tidak baik. kerana bersendirian dengan keluarga itu bahayanya lebih hebat daripada dengan orang lain, dan fitnah pun lebih kuat. Sebab memungkinkan dia dapat masuk tempat perempuan tersebut tanpa ada yang menegur. Berbeda sekali dengan orang lain. Yang sama dengan ini ialah keluarga perempuan yang bukan mahramnya seperti kemanakannya baik dari pihak ayah atau ibu. Dia tidak boleh berkhalwat dengan mereka ini. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:
"Hindarilah keluar-masuk rumah seorang perempuan. Kemudian ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar bertanya: Ya Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang ipar? Maka jawab Nabi: Bersendirian dengan ipar itu sama dengan menjumpai mati." (Riwayat Bukhari)
Yang dimaksud ipar, iaitu keluarga isteri/keluarga suami. Yakni, bahawa berkhalwat (bersendirian) dengan ipar membawa bahaya dan kehancuran, iaitu hancurnya agama, kerana terjadinya perbuatan maksiat; dan hancurnya seorang perempuan dengan dicerai oleh suaminya apabila sampai terjadi cemburu, serta membawa kehancuran hubungan sosial apabila salah satu keluarganya itu ada yang berburuk sangka kepadanya.
Bahayanya ini bukan hanya sekadar kepada instink manusia dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan saja, tetapi akan mengancam eksistensi rumahtangga dan kehidupan suami-isteri serta rahasia kedua belah pihak yang dibawa-bawa oleh lidah-lidah usil atau keinginan-keinginan untuk merusak rumahtangga orang.
Justru itu pula, Ibnul Atsir dalam menafsirkan perkataan ipar adalah sama dengan mati itu mengatakan sebagai berikut: Perkataan tersebut biasa dikatakan oleh orang-orang Arab seperti mengatakan singa itu sama dengan mati, raja itu sama dengan api, yakni bertemu dengan singa dan raja sama dengan bertemu mati dan api. Jadi berkhalwat dengan ipar lebih hebat bahayanya daripada berkhalwat dengan orang lain. Sebab kemungkinan dia dapat berbuat baik yang banyak kepada si ipar tersebut dan akhirnya memberatkan kepada suami yang di luar kemampuan suami, pergaulan yang tidak baik atau lainnya, Sebab seorang suami tidak merasa kikuk untuk melihat dalamnya ipar dengan keluar-masuk rumah ipar tersebut.
• Melihat Jenis Lain dengan Bersyahwat
Di antara sesuatu yang diharamkan Islam dalam hubungannya dengan masalah gharizah, iaitu pandangan seorang laki-laki kepada perempuan dan seorang, perempuan memandang laki-laki. Mata adalah kuncinya hati, dan pandangan adalah jalan yang membawa fitnah dan sampai kepada perbuatan zina. Seperti kata seorang syair kuna:
Semua peristiwa, asalnya kerana pandangan
Kebanyakan orang masuk neraka adalah kerana dosa kecil
Permulaannya pandangan, kemudian senyum, lantas beri salam
Kemudian berbicara, lalu berjanji; dan sesudah itu bertemu.

Oleh kerana itulah Allah menjuruskan perintahnya kepada orang-orang mu'min laki-laki dan perempuan supaya menundukkan pandangannya, diiringi dengan perintah untuk memelihara kemaluannya. Firman Allah:
“Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya; kerana yang demikian itu lebih bersih bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha meneliti terhadap apa-apa yang kamu kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang mu'min perempuan: hendaknya mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan jangan menampak-nampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripadanya, dan hendaknya mereka itu melabuhkan tudung sampai ke dadanya, dan jangan menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya atau kepada ayahnya atau kepada mertuanya atau kepada anak-anak laki-lakinya atau kepada anak-anak suaminya, atau kepada saudaranya atau anak-anak saudara laki-lakinya (keponakan) atau anak-anak saudara perempuannya atau kepada sesama perempuan atau kepada hamba sahayanya atau orang-orang yang mengikut (bujang) yang tidak mempunyai keinginan, iaitu orang laki-laki atau anak yang tidak suka memperhatikan aurat perempuan dan jangan memukul-mukulkan kakinya supaya diketahui apa-apa yang mereka rahasiakan dari perhiasannya.” (an-Nur: 30-31)
Dalam dua ayat ini ada beberapa pengarahan. Dua diantaranya berlaku untuk laki-laki dan perempuan, iaitu menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sedang yang lain khusus untuk perempuan. Dan kalau diperhatikan pula, bahawa dua ayat tersebut memerintahkan menundukkan sebahagian pandangan dengan menggunakan min tetapi dalam hal menjaga kemaluan, Allah tidak mengatakan wa yahfadhu min furujihim (dan menjaga sebahagian kemaluan) seperti halnya dalam menundukkan pandangan yang dikatakan di situ yaghudh-dhu min absharihim. Ini berarti kemaluan itu harus dijaga seluruhnya tidak ada apa yang disebut toleransi sedikitpun. Berbeda dengan masalah pandangan yang Allah masih memberi kelonggaran walaupun sedikit, guna mengurangi kesulitan dan melindungi kemasalahatan, sebagaimana yang akan kita ketahui nanti. Dan apa yang dimaksud menundukkan pandangan itu bukan berarti memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah. Bukan ini yang dimaksud dan ini satu hal yang tidak mungkin. Hal ini sama dengan menundukkan suara seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan tundukkanlah sebahagian suaramu (Luqman 19). Di sini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga tidak berbicara.
Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, iaitu: menjaga pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan perempuan-perempuan atau laki-laki yang beraksi.
Pandangan yang terpelihara, apabila memandang kepada jenis lain tidak mengamat-amati kecantikannya dan tidak lama menoleh kepadanya serta tidak melekatkan pandangannya kepada yang dilihatnya itu.
Oleh kerana itu pesan Rasulullah kepada Sayyidina Ali: "Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh." (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Rasulullah s.a.w. menganggap pandangan liar dan menjurus kepada lain jenis, sebagai suatu perbuatan zina mata. Sabda beliau: "Dua mata itu boleh berzina, dan zinanya ialah melihat." (Riwayat Bukhari)
Dinamakannya berzina, kerana memandang itu salah satu bentuk bersenang-senang dan memuaskan gharizah seksual dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syara'. Penegasan Rasulullah ini ada persamaannya dengan apa yang tersebut dalam Injil, dimana al-Masih pernah mengatakan sebagai berikut: Orang-orang sebelummu berkata: "Jangan berzinal" Tetapi aku berkata: "Barangsiapa melihat dengan dua matanya, maka ia berzina." Pandangan yang menggiurkan ini bukan saja membahayakan kemurnian budi, bahkan akan merusak kestabilan berfikir dan ketenteraman hati. Salah seorang penyair mengatakan: "Apabila engkau melepaskan pandanganmu untuk mencari kepuasan hati. Pada satu saat pandangan-pandangan itu akan menyusahkanmu jua. Engkau tidak mampu melihat semua yang kau lihat. Tetapi untuk sebagainya maka engkau tidak dapat tahan."

• Haram Melihat Aurat
Di antara yang harus ditundukkannya pandangan, ialah kepada aurat. kerana Rasulullah s.a.w. telah melarangnya sekalipun antara laki-laki dengan laki-laki atau antara perempuan dengan perempuan baik dengan syahwat ataupun tidak.
Sabda Rasulullah s.a.w.: "Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian."[1] (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Aurat laki-laki yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki lain atau aurat perempuan yang tidak boleh dilihat oleh perempuan lain, iaitu antara pusar dan lutut, sebagaimana yang diterangkan dalam Hadis Nabi. Tetapi sementara ulama, seperti Ibnu Hazm dan sebahagian ulama Maliki berpendapat, bahawa paha itu bukan aurat.
Sedang aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain ialah seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan. Adapun yang dalam hubungannya dengan mahramnya seperti ayah dan saudara, maka seperti apa yang akan diterangkan dalam Hadis yang membicarakan masalah menampakkan perhiasan.

Ada yang tidak boleh dilihat, tidak juga boleh disentuh, baik dengan anggota-anggota badan yang lain. Semua aurat yang haram dilihat seperti yang kami sebutkan di atas, baik dilihat ataupun disentuh, adalah dengan syarat dalam keadaan normal (tidak terpaksa dan tidak memerlukan). Tetapi jika dalam keadaan terpaksa seperti untuk mengubati, maka haram tersebut boleh hilang. Tetapi bolehnya melihat itu dengan syarat tidak akan menimbulkan fitnah dan tidak ada syahwat. Kalau ada fitnah atau syahwat, maka kebolehan tersebut boleh hilang juga justru untuk menutup pintu bahaya.

Tidak ada komentar: