Selasa, 27 April 2010
Ayah
Setengah tujuh pagi, kutelusuri jalan yang masih asing bagiku dengan angkot CH. Kuperhatikan sepanjang jalan agar tidak salah turun alias nyasar. Maklum aku masih termasuk newcomers di kota metropolitan ini. Aku hanya diberi arahan agar turun di halte Mustika lalu jalan sedikit, sampailah di tempat training itu. Alhamdulillah… baru kali ini aku melihat Jakarta begitu lengang pagi ini, beda dengan hari-hari dimana aku harus berdesakan dalam metromini, mana macet lagi… Aku berpikir, kemana ya orang-orang sebanyak itu di pagi ini? Ah… sepertinya mereka juga pasti memiliki kegiatan sendiri seperti diriku.
Subhanallah… Segala Puji bagi-Mu yang menggerakkan hati setiap jiwa dengan kecenderungannya masing-masing. Mudah-mudahan Engkau senantiasa Menggerakkan hati kami cenderung kepada kebaikan dan taqwa. Akhirnya, sampai juga aku. Wah… banyak akhwat di sini, sepertinya 100-an lebih yang mengikuti training ini.
“Kok ikhwannya dikit banget ya…”, batinku. Paling juga 1/5 nggak ada. Kupikir maklumlah… ini kan pelatihan manajemen guru TKA/TPA plus, jadi kebanyakan akhwat yang tertarik. Tapi kan implementasinya bukan hanya TKA/TPA aja, ini kan menyangkut pendidikan buat putra-putri kita di masa mendatang. Apakah pendidikan dan perkembangan psikologis anak hanya menjadi tanggung jawab seorang ibu? Retorika… masing-masing dari kita pasti telah mengetahui jawabannya.
Satu yang pasti, peran ibu dalam hal ini sangat besar sebab muslimah adalah bekal da’wah yang tidak hanya siap mendampingi pasangan da’wah (suami) mencapai tujuan syahidnya, tetapi juga dituntut untuk mampu melahirkan, mempersiapkan dan membentuk generasi da’wah di masa depan. Tugas yang berat lagi mulia bagimu muslimah… Dengan diawali basmalah dimulailah trainingnya. Materi-materinya begitu komprehensif dan para pembicaranya juga mampu membawakan dengan interaktif sehingga aku tertarik bahkan hanyut didalamnya melupakan rasa lemah fisik saat ini.
Kadang-kadang aku merasa seolah-olah menjadi kanak-kanak lagi yang sedang belajar menyanyi dan bermain permainan tepuk Rukun Islam, tepuk Rukun Iman, dsb. Tapi terkadang, membayangkan seolah-olah aku sedang berdiri dengan dikelilingi oleh kanak-kanak yang sedang aku bina, yang riuh belajar, mengaji dan bermain bersamaku. Duhai indahnya suasana seperti ini ya Rabb… aku sangat merindukannya… Banyak hal baru yang kujumpai di sini, kesederhanaan, keceriaan, dunia kana-kanak yang penuh harapan dan kepolosan yang jauh dari hiruk pikuk rutinitas kerja engineer. Banyak ilmu yang kuperoleh di sini, manajemen tpa-tka dengan segala teorinya, kurikulum lengkap dengan metoda-metodanya.
Namun, ada satu hal yang sangat membekas di hati ini, yaitu pernyataan pembicara bahwa pendidik merupakan taman bagi anak-anak didiknya. Sederhana namun sarat makna. Pendidik merupakan taman, artinya menjadi pusat perhatian yang indah bagi anak didiknya. Seorang pendidik harus mampu menjadi profil teladan yang baik sebab dengan kita-lah sang anak berinteraksi.
Anak-anak yang memiliki sifat meniru atau sedang berada dalam imitation phase dimana mereka sering meniru hal-hal baru atau kebiasaan-kebiasaan orang di sekitarnya. Sehingga sebagai orang yang memegang peranan penting bagi anak, kita harus mampu memberikan keteladanan yang baik. Pendidik merupakan taman, artinya menjadi tempat bermain dan pusat imajinasi anak. Sebab itu, dibutuhkan kesiapan ilmu, pengetahuan, pemahaman agama, bahkan kreativitas dalam kemampuan BCM (Bermain, Cerita dan Menyanyi). BCM merupakan tiga hal cukup penting dalam metoda menarik anak-anak dalam pengajaran sebab dunia anak adalah dunia bermain. Kita bisa tidak bisa memaksakan suatu keseriusan pada anak tetapi mengarahkan permainan, lagu dan cerita kepada pemahaman agama atau pengetahuan lainnya, sehingga mudah dicerna dan dimengerti bagi anak. Pendidik merupakan taman, artinya di situlah anak mengenal warna-warni bunga kehidupan, keramahan, keceriaan dan kebahagiaan. Untuk itu diperlukan kesabaran dan keikhlasan dalam membina anak.
Hiasilah selalu raut wajah kita dengan senyuman, karena wajah kita-lah yang selalu mereka tatap dan rindukan untuk menemani mereka tumbuh dan berkembang. Munculkan keceriaan mereka dengan keramahan kita, dan perkaya batin mereka dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang mereka peroleh ketika berinteraksi bersama kita. Ingatlah, bahwa setiap kita berperan sebagai pendidik dalam keluarga. Terlebih, seorang ibu yang berfungsi sebagai madrasah pertama dalam keluarga. Kualitas akan generasi masa depan berada di pundak kita.
Mampukah kita mencetak generasi da’wah masa depan? Jawabannya tergantung pada kesiapan dan persiapan kita saat ini. Wallahu a’lam bishshowab. Persiapkanlah diri kita menjadi taman terindah sebagai tempat bermainnya kupu-kupu surga, sebagaimana kutipan dari sebuah lagu anak-anak: Santri-santri kecil dari TK-TPA Bawa satu buku Iqro juga bawa Al Qur-an Bermain, bernyanyi, mengaji bersama Berseragam indah bagai kupu-kupu surga.
Arti Perbedaan
Bila saya bercermin, maka saya berkeyakinan bahwa orang yang benar-benar menyerupai saya adalah orang yang berada di balik cermin tersebut. Orang itu memiliki apa yang saya miliki. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lebih dari itu warna dan bentuknya disetiap bagian tubuh saya sama dengan yang dia miliki. Bahkan ketika saya memakai pakaian, bentuk dan warna pakaian yang saya kenakan juga sama dengan yang dia kenakan.
Tetapi saya tidak hanya hidup di dalam sebuah kamar. Saya juga tidak hanya berinteraksi dengan bayangan saya di dalam cermin. Karena begitu keluar, akan saya temukan banyak orang-orang yang jauh berbeda dengan saya. Mulai dari jenis kelamin, usia, bentuk tubuh dan anggotanya, tinggi dan berat badan, warna kulit, warna dan bentuk ranmbut, pekerjaan, pendidikan, latar belakang budaya, pola pikir, karakter, serta entah apa lagi perbedaan yang ada. Rasanya saya tidak bisa menyebutkan semua perbedaan tersebut.
Namun demikian, di antara perbedaan yang ada, tentu saja ada kesamaan yang juga dimiliki saya dengan orang-orang di sekitar saya, juga dengan orang-orang yang berinteraksi dengan saya. Sebagai contoh, di ruangan kerja saya, ada kesamaan di antara orang-orangnya, kesamaan dalam hal tujuan yang akan diraih bersama, kesamaan bahwa kami bekerja di bawah departemen yang sama, kesamaan bahwa kami pernah mengikuti sebuah diklat yang sama, dan kesamaan-kesamaan lainnya.
Lantas apa ada yang salah dengan perbedaan tersebut? Bukankah Allah jua yang menciptakan manusia itu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, lengkap dengan aneka perbedaannya?
Mungkin Anda pernah melihat sebuah pemandangan di gunung, di danau, di pantai atau tempat wisata lainnya, baik secara langsung mauapun melalui layar kaca. Anda bisa menyaksikan bahwa keindahan itu terjadi karena sekian banyak flora dan fauna yang ada. Sekian jenis flora dan fauna itu, dengan berbagai jenis, bentuk dan ukuran, membentuk suatu ekosistem yang indah. Kalau saja, setiap jenis flora dan fauna itu dipisahkan pada tempat yang berbeda-beda, mungkin saja nilai keindahannya akan berkurang, atau bahkan tak akan lagi menyimpan keindahan.
Pelangi. Fenomena alam yang akan dapat kita lihat tatkala hujan mulai reda. Indah bukan? Saya berpikir bahwa keindahan pelangi itu karena adanya warna-warna yang berbeda yang mau berdampingan satu sama lain. Bila saja hanya ada satu warna yang ada, tidak akan indah, dan namanya tentu saja bukan pelangi lagi. Entah apa namanya, saya pun tidak tahu.
Dari sekian banyak perbedaan tentu saja akan ada persamaan. Sayangnya kita sering terlalu membesar-besarkan pebedaan yang kecil. Mungkin karena sekarang sudah ada alat yang canggih, seperti mikroskop yang mampu melihat benda-benda renik terlihat besar, maka kita juga ikut-ikutan latah. Lantas kita melihat perbedaan yang kecil itu dengan sebuah miksroskop, terlihatlah perbedaan itu berukuran raksasa, dan pada akhirnya perbedaan itu terus-menerus dipersoalkan dengan mengesampingkan berbagai kesamaan yang memang sudah jelas di depan mata.
Perbedaan itu merupakan suatu keniscayaan
Dari 'sananya' ia dilahirkan
Semuanya tergantung cara kita memberikan pandangan
Bila ia sebagai suatu masalah, maka ia takan pernah terpecahkan
Bila ia sebagai suatu anugerah, maka niscaya ia hadir dalam keindahan
Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar.
Khalifah 'Umar)
Rabu, 21 April 2010
Maka Pilihlah, Kemudian Bertakwalah
Suatu hari, saya akan menuju suatu tempat. Saya harus memilih kira-kira jalur mana yang akan saya lewati dan alat transportasi apa yang akan saya gunakan. Apakah saya akan naik angkutan umum? Yang lewat tol atau jalur lambat? Atau naik kereta yang cepat namun dapat dipastikan terhimpit? Atau apa?
Dengan menggunakan pengetahuan yang saya miliki tentang kondisi jalanan di
Namun ternyata saya salah. Apa yang saya prediksikan bertolak belakang dari kenyataan. Tol macet total, penumpang penuh dan saya akhirnya harus berdiri dan tiba di tujuan sangat telat. Kesal, sebal, bete dan akhirnya menangis. Padahal saya sudah memilih dengan pemahaman
Tapi akhirnya saya menyadari, bahwa pilihan saya memang salah. Salah dalam arti prediksi saya tidak tepat, bukan SALAH dalam arti lawannya BENAR. Persepsi saya semula yang saya pikir akan memberikan prediksi yang mendekati benar karena berlandaskan pengetahuan yang cukup, ternyata masih kurang. Hal ini membuat saya makin sadar, bahwa pengetahuan saya sangat sedikit. Membuat saya makin tahu, begitu banyak yang di luar control dan kemampuan manusia.
Namun toh, setidaknya saya telah mengambil pilihan dan menjalaninya dengan sadar. Kalau ternyata hasil dari pilihan itu tidak seperti yang saya harapkan saat mengambil keputusan, itu adalah konsekuensi yang harus saya terima. Tak perlu menyesal apalagi merutuki diri dan orang lain. Bukan tidak mungkin, ada sesuatu yang tidak saya tahu, menjadi hikmah dari kejadian di luar kontrol itu tadi.
*** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** ***
Satu fragmen di atas hanyalah contoh kecil dan remeh temeh, yang menunjukkan bahwa semua hal dalam hidup ini adalah pilihan. Hal-hal kecil seperti baju dan makanan pun kita memilih. Sekolah, cita-cita, aktivitas, kehidupan beragama, jodoh dan sikap hidup, juga pilihan Kita melakukannya dengan sadar atau tidak. Dengan pemahaman atau tidak. Secara reflek atau dipikir-pikir dulu. Kita pilih sendiri atau dipilihkan oleh orang lain untuk kita. Semua adalah PILIHAN.
Dan setiap pilihan akan membawa pada arah yang berbeda, hasil yang berbeda, serta konsekuensi berbeda pula.
Maka apakah engkau akan lebih suka untuk tidak memilih? Toh, pada akhirnya, saat kau hanya menjalani suatu kehidupan secara mengalir saja atau menunggu dipilih atau dipilihkan oleh orang lain kau tetap akan harus menjalani satu pilihan. Jika demikian, lebih baik engkau memilih dan memutuskan dengan sadar, dengan segenap ilmu dan pemahaman yang telah kau miliki. Bahkan sekalipun ternyata pilihan itu salah. Setidaknya kita sudah pernah memilih.
Bahwa kemudian kenyataan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan di awal pada saat menjatuhkan pilihan, itu tidak masalah karena hidup memang demikian. Allah Tahu dan Maha Tahu, sedang pengetahuan manusia sangat terbatas. Mengambil dan menjalani setiap pilihan akan membuat kita menyadari begitu banyak keterbatasan pengetahuan, pengertian dan pemahaman kita. Jika ternyata pilihan itu salah, setidaknya engkau akan mengerti dan menjadi lebih dewasa karenanya. Engkau bisa memilih yang lain lagi. Memilih yang lebih baik lagi. Dan belajar dari pilihan sebelumnya.
Karena itu, mulai bangun keberanian untuk memilih, sekarang juga. Memilih berdasarkan pemahaman dan pengetahuan maksimal yang kita miliki. Bermusyawarah dan meminta masukan dari orang-orang yang fakih, jika bisa dilakukan. Kemudian, minta ketetapan kepada Dia Yang Maha Tahu Yang Terbaik Untuk Kita melalui shalat istikharah, sebagai bentuk pengakuan akan betapa banyak yang kita tidak tahu dan tidak mampu kontrol hal-hal di luar kita. Sesudahnya, pasrah dan tawakkal!
Apapun hasilnya, tidak menjadi masalah, karena kita sudah memilih. Hanya orang yang berani memilihlah yang layak untuk mendapat penghargaan. Seberapa pun berat sebuah pilihan, ia tetap layak diacungi jempol. Dan hanya satu kata yang pantas untuk seorang yang tak berani memilih: PECUNDANG!
Selasa, 20 April 2010
Perlukah Seorang Akhawat Menentukan Kriteria Pasangan, Perlukah?
Kali ini Ani benar-benar stres. Asih temannya baru saja melakukan manuver tak terduga. Beberapa saat yang lalu. Asih telah mendatangi orang tuanya untuk mempromosikan seorang pria, “Pokoknya orang ini baik deh tante. Saya yakin dia cocok untuk Ani, jadi saya tau deh sifat-sifatnya.” Ibunya termakan provokasi ini. Sejak tadi ibu mempromosikan pria itu kepadanya.
Ani bukannya tak senang atas usaha teman baiknya ini. Usianya kini telah 25 tahun, ia memang sudah sangat ingin untuk menikah. Tapi ia tidak ingin membina hubungan khusus dengan pria. “Islam melarang kita pacaran.” Begitu katanya, tatkala ibu terus menanyakan mengapa tak seorangpun pria pernah berkunjung ke rumah untuk berkenalan dengan ibu. Makanya ketika Asih datang kepadanya menawarkan pria itu, ia pun sangat bersyukur. Persoalannya adalah Asih terlalu mendesak dan ingin Ani segera menerima tawarannya itu. “Kamu kayak gak percaya aja sama aku.” Ia kini benar-benar terpojok.
Ia sepertinya tidak diberikan kesempatan untuk memilih dan mengidamkan pria idealnya.
Ani tidak seorang diri menghadapi persoalan ini. Ini adalah masalah umum bagi seseorang yang telah memasuki masa dewasa muda (20-30 th), pada masa ini orang telah dapat memulai kehidupan dengan memilih dan menentukan kedudukannya ditengah masyarakat. Ia telah mampu menilai ide-ide yang telah didapatinya dari dunia secara umum, mengajukan perencanaan karir, mengambil peran dalam keluarga dan masyarakat, menyeleksi kawan hidup dan menikah. Dua hal terakhir inilah yang sedang menjadi masalah bagi Ani.
Lalu bagaimanakah sebaiknya kita memilih pasangan? Perlukah kita menetapkan kriteria ideal pasangan kita? Sebelum membahas masalah ini lebih jauh, ada baiknya kita pahami apa sebenarnya pernikahan itu.
Pernikahan adalah suatu hubungan antara dua orang, pria dan wanita, yang diketahui oleh umum, diatur melalui suatu aturan tertentu baik oleh agama, negara, maupun adat istiadat dalam masyarakat. Selain itu ada beberapa unsur dalam pernikahan yang perlu diperhatikan. Unsur-unsur ini telah diungkapkan oleh Stinnett dalam Lifespan Development (1984). Ia mengatakan bahwa dalam pernikahan terkandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Komitmen
Tiap orang ingin merasakan ada yang memperhatikan dirinya tanpa pamrih. Pernikahan merupakan ekspresi dari dedikasi pada seseorang. Upacaranya sendiri merupakan symbol
dari pengabdian ini.
b. One to one relationship.
Tiap orang ingin dekat dengan orang lain berdasarkan kedekatan emosi, seperti rasa percaya diri, mengasihi, menghargai, dan intim. Salah satu tugas perkembangan dari usia dewasa muda adalah belajar intim dengan orang lain.
c. Bekerja sama (companionship) dan berbagi (sharing)
Pernikahan adalah cara untuk mengusir kesepian dan rasa teriolasi. Dengan menikah, kita belajar untuk bekerja sama, dan saling berbagi/sharing. Sharing, paling penting dalam hubungan. Bila pasangan bisa sharing dan kebutuhannya saling terpenuhi, mereka akan lebih mencapai kepuasan.
d. Love
Seseorang ingin merasakan mencintai dan dicintai. Hidup akan terasa hampa bila kita tidak memiliki pasangan hidup yang kita cintai dan mencintai kita.
e. Kebahagiaan (happiness)
Orang berfikir bahwa dengan menikah ia akan bahagia. Tetapi harus diingat bahwa bahagia tidak berasal dari pernikahan tapi tergantung bagaimana individu itu berinteraksi dengan pasangannya.
f. Legitimasi dari seks dan anak
Pernikahan merupakan pengesahan social dari perilaku seksual dan memiliki anak.
Kriteria Ideal, Perlukah?
Ani. seperti setiap orang yang lain pasti memiliki kriteria-kriteria ideal adalah memilih pasangan hidupnya. Ia tentu menginginkan sifat/karakteristik/kondisi yang dia idam-idamkan ada pada calon pasangannya. Kriteria ini lahir dari prinsip yang diyakini dan dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitar.
Di samping kriteria ideal versi dirinya sendiri, didalam memilih calon pasangan hidup, biasanya seseorang juga akan menghadapi kriteria ideal yang disodorkan oleh orang tuanya/keluarga maupun oleh lingkungan pergaulannya.
Namun dalam beberapa kasus pemilihan calon pasangan hidup yang hanya berdasarkan pada kriteria ideal, sering kali mempersulit langkah orang tersebut dalam mendapatkan pasangan hidup. Pematokan kriteria ideal yang terlalu tinggi, rasa dibutuhkan mukjizat, atau setidak-tidaknya keberuntungan yang besar untuk mendapatkannya. Hal ini akan sangat potensial bagi timbulnya kesulitan dalam mendapatkan calon pasangan hidup.
Jangan pernah berfikir akan mendapatkan sosok yang sempurna, karena setiap orang membawa kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita boleh saja mengharapkan pendamping yang sempurna tanpa cela, asalkan kita juga bisa membuktikan bahwa kita sosok yang sempurna tanpa cela. Kita harus mau dan mampu untuk berlapang dada menerima kekurangan calon pasangan hidup kita karena pada saat yang sama calon pasangan kita juga telah melapangkan dada untuk menerima segala kekurangan kita.
Meskipun begitu penyusunan kriteria ideal tetap kita idamkan.
yaitu:
1. Paling Sedikit Potensi Timbulnya Konflik
Jika seorang wanita ingin menjadi wanita karir yang bebas membangun karirnya di luar rumah, tentu akan mencari calon suami yang mendukung keinginnannya tersebut. Mendapatkan suami yang mendukung keinginnya tersebut.
Mendapatkan suami yang mengharuskan tinggal di rumah saja tentu akan menjadi potensi konflik dalam rumah tangga. Contoh di atas menggambarkan bagaimana seseorang mencari calon pasangan dengan kriteria tertentu agar dapat memperkecil potensi konflik. Semua orang punya kecenderungan untuk mencari pasangan yang kira-kira tidak “menghambat” dirinya.
Hal ini syah-syah saja, hanya yang perlu diingat, jangan sampai terjebak pada egoisme yang sempit dan kaku. Ketika kita menetapkan kriteria calon pasangan yang tidak “mengahambat” sebenarnya kita sedang berfikir egois, bahwa kita punya keinginan/sifat seperti ini dan calon pasangan kita harus mau mengikuti keinginan/sifat kita tersebut. Jadi tempatkanlah segala sesuatunya secara proporsional dan realistis, apalagi jika keinginan kita itu tidak menyangkut hal yang prinsip, seperti keinginan menjalankan ibadah dengan tenang dan lain-lain.
2. Paling besar potensi untuk mencapai rumah tangga yang diidam-idamkan
Jika seseorang mengatakan bahwa calon pasangannya haruslah orang yang mempunyai pemahaman agama yang baik, bisa jadi secara implisit dia mengatakan bahwa kembali ke ajaran agama adalah prinsip yang ingin dia terapkan dalam mengarungi bahtera rumah tangga, sehingga mempunyai pasangan hidup yang pemahaman agamanya bagus diharapkan akan membantu mencapai keinginannya tersebut.
Jadi patut saja Ani merasa stres. Ia tentu tak ingin sembarangan memilih pasangan hidup. Yang perlu kita ingatkan agar ia jangan pula terlalu muluk, dalam menetapkan kriteria calon suami.
Minggu, 18 April 2010
doa seorang ikhwan
Hamba........
Ya
Allah......
Bila hamba bertemu dengan seseorang
dan hamba jatuh cinta
Izinkanlah hamba menjadi yang terbaik baginya
dan dia yang terbaik bagi hamba
Ya Allah......
Bila Hamba menjadi suami seseorang
Izinkanlah diri hamba menjadi pelindung baginya
izinkanlah wajah hamba menjadi kesenang...an baginya
izinkanlah mata hamba menjadi keteduhan baginya
izinkanlah pundak hamba menjadi tempat melepas keresahan baginya
izinkanlah setiap perkataan hamba menjadi kesejukan baginya
Ya Allah......
Izinkanlah setiap pelukan menjadi jalan untuk lebih mendekat kepadaMu
izinkanlah setiap sentuhan menjadi perekat cinta kepadaMu
izinkanlah setiap pertemuan menjadikan kami bersyukur kepadaMu
Ya Allah......
izinkanlah hati yang sangat halus ini tidak pernah merasa tersakiti
izinlanlah hati yang rentan ini tidak pernah merasa terkhianati
Ya Allah......
jiwa kami ada dalam genggamanMu
maka izinkanlah jiwa kami selalu bertaut dalam cintaMu
Ya Allah......
permintaan terakhirku, semoga kami berdua selalu berada dalam
perlindunganMu
by :www.akhmad-ady.blogspot.com
Jumat, 16 April 2010
fiuuhh.....
akhirnya selesai juga hoby yang terpendam beberapa hari walaupun mengerjakannya pas kita hati lagi gak enak, eh ternyata obatnya membuat kerajianan deh walaupun tidak cantik sih yaitu tempat HP. klw untuk jilbabnya lumayan lama mngerjakannya.....
Saya berharap hobi saya ini bisa terus saya geluti, dan saya juga sangat berharap bisa sharing, berbagi pengetahuan, pengalaman, dan belajar lebih banyak lagi dengan para ahlinya yang sudah sangat mahir, selain untuk mengembangkan pengetahuan, produk, dan kesempurnaan karya saya nantinya.
ini foto sebagian hasil karya saya,
RESEP CANTIK DARI BAHAN ALAMI
Memang menyenangkan punya koleksi perawatan tubuh dan wajah dari merk ternama. Tapi kalo kondisi keuangan Anda, tidak mendukung, kenapa tidak meracik sendiri "ramuan kecantikan" Anda dari bahan-bahan alami yang bisa didapat dengan harga murah? Kami sediakan resepnya di bawah ini.
PENGHILANG MATA SEMBAB/BENGKAK
Dinginkan 2 kantung teh celup bekas di dalam kulkas, lalu kompreskan pada mata selama 10 menit. Selain teh celup, kita juga bisa menggunakan mentimun.
MASKER UNTUK KULIT BERMINYAK
1 buah pisang matang
1 sdm madu
1 butir jeruk nipis
Hancurkan pisang di dalam mangkuk, aduk-aduk dengan madu dan perasan jeruk nipis. Oleskan di wajah, diamkan selama 15 menit, lalu bilas.
MASKER UNTUK KULIT KERING
1/2 butir alpukat
1/4 cangkir madu
Hancurkan alpukat di dalam mangkuk, campur dengan madu hingga rata. Pakaikan di wajah selama 10 menit, lalu bilas.
MASKER PENCERAH KULIT
1/2 gelas pepaya muda, potong dadu
1 sdt yoghurt
1 sdt madu
Haluskan semua bahan di dalam blender, pakaikan di wajah selama 10 menit. Setelah itu, bilas wajah dengan air dingin, keringkan, dan olesi dengan pelembab.
SCRUB ANTIOKSIDAN
1 genggam kacang almond
1 kulit jeruk
1 cangkir minyak zaitun
Haluskan semua bahan dengan blender (jangan terlalu halus), gunakan sebagai scrub wajah atau kulit tubuh.
GARAM MANDI DETOKSIFIKASI
3/4 cangkir garam mandi
1/4 cangkir baking soda
4 tetes essential oil
Campurkan garam dan baking soda. Setelah merata, tetesi dengan essential oil. Masukkan campuran ini ke dalam bath tub Anda sebelum berendam.
Selasa, 13 April 2010
Minggu, 11 April 2010
Bila Rumah Tangga Cinta Dunia
”Dan tiadalah kehidupan di dunia ini, melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesunguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui” Al-Ankabut ayat 64
Seakan telah menjadi bagian yang sangat standar dari skenario kehidupan ini, bahwa hampir sepanjang rentang usia dunia hingga saat ini, betapa banyak orang yang selama hidupnya begitu disibukkan oleh kerja keras, peras keringat banting tulang dalm mencari penghidupan, persis seperti ketakutan tidak kebagian makan. Apa yang telah diperolehnya dikumpul-kumpulkan dan ditimbun dengan seksama demi agar anak-anaknya terjamin masa depannya.
Ada juga orang yang dalam hidupnya teramat merindukan penghargaan dan penghormatan, sehingga hari-harinya begitu disibukan dengan memperindah rumah, mematut-matut diri, membeli aneka asesori, dan sebagainya, yang semua itu notabene dilakukan semata-mata ingin dihargai orang.
Inilah fenomena kehidupan yang menunjukan betapa manusia dalam kehidupannya akan selalu berpeluang dekat dengan hawa nafsu yan merugikan. Oleh sebab itu, bagi siapa pun yang berniat mengayuh bahtera rumah tangga, hendaknya jangan membayangkan rumah tangga akan beroleh kebahagiaan dan ketenangan bila hanya dipenuhi dengan hal-hal duniawi belaka. Karena, segala asesoris duniawi diberikan oleh ALLAH kepada orang yang terlaknat sekalipun.
Sekiranya tujuan sebuah rumah tangga hanya duniawi belaka, maka batapa para penghuninya akan merasakan letih lahir batin karena energinya akan lebih banyak terkuras oleh segala bentuk pemikiran tentang taktik dan siasat, serta nafsu menggebu untuk mengejar-ngejarnya terus menerus siang malam. Padahal, apa yang didapatkannya tak lebih dari apa yang telah ditetapkan ALLAH untuknya. Walhasil, hari-harinya akan terjauhkan dari ketenteraman batin dan keindahan hidup yang hakiki karena tak ubahnya seorang budak. Ya, budak dunia !
ALLAH ‘Azza wa jalla memang telah berfirman untuk siapa pun yang menyikapi dunia dengan cara apa pun : cara hak maupun cara bathil. “Hai dunia, titah-Nya, “ladeni orang yang sungguh-sungguh mengabdikan dirinya kepada-Ku. Akan tetapi sebaliknya, perbudak orang yang hidupnya hanya menghamba kepadamu” !
Rumah tangga yang hanya ingin dipuji karena asesoris duniawi yang dimilikinya, yang sibuk hanya menilai kebahagiaan dan kemuliaan datang dari perkara duniawi, adalah rumah tangga yang pasti akan diperbudak olehnya.
Rumah tangga yang tujuannya hanya ALLAH, ketika mendapatkan karunia duniawi, akan bersimpuh penuh rasa syukur kehadiratnya. Sama sekali tidak akan pernah kecewa dengan seberapa pun yang ALLAH berikan kepada-Nya. Demikian pun manakala ALLAH mengamininya kembali dari tangannya, sekali-kali tidak akan pernah kecewa karena yakin bahwa semua ini hanyalah titipannya belaka.
Pendek kata adanya duniawi di sisinya tidak membuatnya sombong tiadanya pun tiada pernah membuatnya menderita dan sengsara, apalagi jadi merasa rendah diri karenanya. Lebih-lebih lagi dalam hal ikhtiar dalam mendapatkan karunia duniawi tersebut. Baginya yang penting bukan perkara dapat atau tidak dapat, melainkan bagaimana agar dalam rangka menyongsong hati tetap terpelihara, sehingga ALLAH tetap ridha kepadanya. Jumlah yang didapat tidaklah menjadi masalah, namun kejujuran dalam menyongsongnya inilah yang senantiasa diperhatikan sungguh-sungguh. Karena, nilainya bukanlah dari karunia duniawi yang diperolehnya, melainkan dari sikap terhadapnya.
Oleh karena itu, rumah tangga yang tujuannya ALLAH Azza wa Jalla sama sekali tidak akan silau dan terpedaya oleh ada atau tidak adanya segala perkara duniawi ini. Karena, yang penting baginya,ketika aneka asesoris duniawi itu tergenggam di tangan, tetap membuat ALLAH suka. Sebaliknya, ketika semua itu tidak tersandang, ALLAH tetap ridha. Demikian pun gerak ikhtiarnya akan membuahkan cinta darinya.
Merekalah para penghuni rumah tanggga yang memahami hakikat kehidupan dunia ini. Dunia, bagaimana pun hanyalah senda gurau dan permainan belaka, sehingga yang mereka cari sesungguhnya bukan lagi dunianya itu sendiri, melainkan Dzat yang Maha memiliki dunia. Bila orang-orang pencinta dunia bekerja sekeras-kerasanya untuk mencari uang, maka mereka bekerja demi mencari dzat yang Maha membagikan uang kalau orang lain sibuk mengejar prestasi demi ingin dihargai dan dipuji sesama manusia, maka mereka pun akan sibuk mengejar prestasi demi mendapatkan penghargaan dan pujian dari Dia yang Maha menggerakan siapapun yang menghargai dan memuji
Perbedaan itu, jadinya begitu jelas dan tegas bagaikan siang dan malam. Bagi rumah tangga yang tujuannya yang hanya asesoris duniawi pastilah aneka kesibukannya itu semata-mata sebatas ingin mendapatkan ingin mendapatkan yang satu itu saja sedangkan bagi rumah tangga yang hanya ALLAH yang menjadi tujuan dan tumpuan harapannnya, maka otomatis yang dicarinya pun langsung tembus kepada Dzat Maha pemilik dan penguasa segala-galanya.
Pastikan rumah tangga kita tidak menjadi pencinta dunia. Karena, betapa banyak rumah tangga yang bergelimang harta, tetapi tidak pernah berbahagia. Betapa tak sedikit rumah tangga yang tinggi pangkat, gelar dan jabatannya, tetapi tidak pernah menemukan kesejukan hati. Memang, kebahagian yang hakiki itu hanyalah bagi orang-orang yang disukai dan dicintai oleh-Nya.
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, periasam dan bermegah-megahan diantara kamu, serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning, kemudian menjadi hancur dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari ALLAH serta keridoannya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Q.S.Al-Hadid ayat 20]. Wallahu ‘alam.
Sabtu, 10 April 2010
Dunia AngkotQ: Rinduku
Hari ini hujan menyapa
Ku masuki angkot tnyata isinya hanya diriku dan pak supir, krn hujan kami membuka pcakapan, tidak begitu lama dalam perjalanan.angkot berhenti mangangkut seorang ibu dng anaknya yg lg dgendong spertinya baru berumur 6bln, sesaat ku termenung meliat pemandangan itu, kemudian tak lama angkot berhenti lg unt mengangkut seorang ibu dng anaknya sekitar 5th dia menasehati anaknya agar berhati-hati.
Kembali ku terdiam melihat pemandangan itu…ya Allah ingin rasanya aku ingin membunuh perasaan ini. Terdiam mulut ini bergejolah dikepala dan perasaanku. Daripadaku melihat pemandangan itu akhirnya ku alihkan mata ini untuk melihat keluar. Benteng pertahanan mataku akhirny roboh juga, airmata itu akhirnya jatuh. Bahan bangunan apa agar pertahanan ini gak mudah roboh, senjata apa yang bisa membunuh perasaan ini. Kulalui dunia ini bersamaMU ya Allah,tidak pernah ku lalui dengan lemah dan tangisan, tp kenapa bila ku selalu melhat pemandangan itu ku selalu lemah………..
Ku ingin pulang dan betemu dngnya.
Ku ingin pulang ingin melihat senyumnya,
Ku ingin pulang ingin merasakan pelukan hangatnya
Ku ingin pulang mendengar cerewetnya dalam menasehatiku
Ku ingin pulang mendengar doa harapanya untukku
Ku ingin pulang merasakan masakannya
Tapi aku harus pulang kemana untuk bertemumu…….. begitu lembutnya dirimu kenapa banyak diluarsana kasar terhadapmu. Begitu banyaknya pengorbananmu kenapa banyak diluarsana tidak menghargaimu. Ya Allah titip salamku untuk wanita yang telah banyak berkorban untukku dan ku bangga dilahirkan dari rahimnya…..
Ruang sempit 3x5, 10 April 2010
Jumat, 02 April 2010
Menjadi Aktivis Minimalis
Santai memang dibolehkan, agar jasad, akal dan jiwa ini bisa menyerap kembali serpihan energy yang ia butuhkan, sehingga keringkihan elemen-elemen tubuh seorang insan bisa kembali tersegarkan. Oleh sebab itu pulalah, menikmati kesantaian bukanlah sesuatu yang diajarkan agama ini. Maka, rehat dan bersantailah seperlunya saja, dan jangan pernah nyaman dan berasyik masyuk dengan kesantaian.
Ketika cita-cita yang kita inginkan adalah untuk menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta ini, maka logikanya tentu bekal yang mesti kita siapkan setidaknya juga sebesar alam dan seisinya ini, sekiranya tidak mungkin untuk lebih besar dari itu.
Kini, ekspansi dakwah bagi semesta alam yang terus bergulir disadari menuntut keseimbangan bekal dari para pengusung amanah dakwah ini. Jika tidak, kita khawatir kalau kemandegan, stagnasi atau antiklimaks akan menerpa perjalanan panjang dakwah ini.
Akhir-akhir ini, kejenuhan mulai melanda para aktivis dakwah. Kejenuhan yang salah satunya muncul akibat semakin berkurangnya bekal para du’at, sementara di sisi lain beban terus bertambah. Modal-modal dasar seorang aktivis semakin tak tertunaikan akibat lemahnya manajemen waktu para aktivis dakwah yang kini lebih cendrung hanya memenuhi penunaian akan tugas dakwah mereka.
Padahal, ibarat proses bernafas, kita merasakan langsung bagaimana kita menghirup udara, mengumpulkannya sejenak dan melepaskannya serta kembali menghirupnya. Hal itu berjalan laksana irama nan begitu indah.
semestinya dalam menjalani aktivitas dakwah kita juga demikian. Proses menyerap energy, mengumpulkannya dan melepasnya mesti berjalan secara sinergi. Jika itu terjadi, Insyaallah kita tidak akan merasa kelelahan, walau pada aspek kemanusiaan, lelah itu tetaplah ada. Adalah sesuatu yang tidak mungkin jika kita hanya menyerap energy saja sementara tidak pernah digunakan. Dan juga tidak akan mungkin kalau kita hanya melepaskan energy saja dalam bentuk aktivitas dakwah, tapi proses penyerapan dan pengumpulan energy tidak kita lakukan. Maka tidak heran, manakala kita berasyik masyuk melepas energy dalam dakwah, sementara tak ada penyerapan kembali, yang kita dapati adalah kelelahan, kejenuhan akibat tidak seimbangnya perputaran energy kita.
Oleh karena itulah dalam fenomena hari ini semakin banyak kita temukan diri kita para aktivis dakwah yang secara perlahan dan tidak disadari menjadi aktivis dakwah minimalis. Ada yang minimal dalam hal amal dakwahnya dan ada pula yang minimal dalam pemenuhan bekal seorang aktivis dakwah, bahkan ada pula yang melanda kedua sisinya, amal dan bekal yang sama-sama minimalis.
Dalam perenungan kita barangkali bisa dirasakan, konsistensi amal yaumiyah kita saja, yang menjadi salah satu bekal bagi para aktivis dakwah, kini semakin minimal kita lakukan. Alih-alih terpenuhi standar minimalnya, bahkan tak jarang kita temukan diri kita hanya sekedar memenuhi jawaban kalau hal itu sudah kita lakukan.
Sudah mulai kita temukan aktivis dakwah yang terjerat kemalasan untuk melakukan shalat di awal waktu, apalagi shalat berjamaah. Kalaupun tetap berjamaah, tapi mulai muncul kemalasan untuk pergi ke mesjid. Qiroaah Quran pun semakin berkurang. Dari standar satu juz perlahan barangkali turun menjadi setengah juz, seperempat juz atau bisa jadi beberapa ayat saja sebagai pemenuhan syarat sudah membaca Al-quran pada hari bersangkutan. Alma’tsurat kurang lebih juga sama, berjalan beriringan. Dari dua kali sehari, pagi dan petang menjadi satu kali saja. Dari sekali setiap hari turun menjadi tiga atau lima kali seminggu. Dari pengulangan tiga-tiga kali turun menjadi sekali lalu saja. Hal itu seolah berjalan turun dengan keteraturan yang terkadang tanpa disadari.
Aspek ibadah lain pun menemukan hal yang tidak jauh berbeda. Shalat sunat dhuha misalnya, dari setiap hari secara disiplin ditunaikan, perlahan turun menjadi beberapa kali saja dalam seminggu. Setelah mengalami secara kuantitas penurunan kualitaspun mengiringi. Rakaatnya menurun, doa dan zikirnya pun menurun. Bahkan tidak jarang pula hanya sekedar memenuhi “absensi” saja, shalat dua rakaat minus zikir dan doa.
Puasa sunnah seperti Senin Kamis juga mengalami hal serupa. Puasa pertengahan bulan pun mulai terlupakan dengan berbagai kesibukan. Alasannya tidak zahur atau kesibukan yang membutuhkan energy full tanpa puasa.
Belum cukup sampai di situ, ibadah pamungkas seperti qiyamul lail pun kian sepi bersama nyenyak lelap di dingin malam. Mata kian berat untuk bangkit dari tidur di malam hari, meski pun sejenak kita sempat tersintak dari lelap kita di sepertiga malam.
Parahnya lagi, kita juga mencari-cari alasan untuk memaklumi kondisi itu. Alasan kesibukan kerja yang membuat kita sulit shalat di awal waktu apalagi berjamaah ke mesjid. Alasan padatnya agenda dakwah yang membuat kita seolah tidak memiliki waktu untuk membaca alquran sebagaimana biasanya. Atau kesibukan yang tak terputus hingga pagi dan sore hari yang membuat kita sulit untuk membaca almaktsurat. Atau bisa jadi kepenatan yang tak berkesudahan yang membuat kita berat untuk bangkit dari tidur di sepertiga malam. Atau alasan lain yang sangat mungkin dicarikan atau dialaskan.
Inilah problema dakwah yang kita harapkan mampu membuka mata hati kita. Karena kita meyakini bahwa problema ini sedikitpun tidaklah diinginkan tapi tetap berpotensi untuk tumbuh subur karena belum ada ketegasan dari para aktivis dakwah untuk keluar dari sana.
Ketika tulisan ini ditulis dan dibaca, tentu kita tidak sedang meratapi atau menyalahkan kondisi ini. Kita tidak sedang manghujat kondisi ini dengan memutar memory dalam nostalgia indah. Kita juga tidak ingin terjebak dengan nostalgia bahwa dulu sangat begini dan begitu, yang pada intinya dulu fenomena seperti di atas sangatlah langka, dan yang banyak itu hanyalah fenomena dimana kita memiliki konsistensi dan disiplin yang kuat dalam menjalankan amalan-amalan penting seorang aktivis dakwah.
Tidak, sekali lagi kita tidak sedang berbicara tentang itu. Kita hanya ingin jujur membaca realitas dakwah hari ini dan kemudian menegaskan kembali, bahwa kerja besar ini juga membutuhkan energy besar. Cita-cita besar dakwah ini perlu ditopang oleh amunisi yang jauh lebih besar dari cita-cita itu. Dan kita harus selalu menjaga bagaimana energy dan amunisi besar itu tetap tersedia dengan konsistensi kita menyalakan reaktor-reaktor yang ada di dalam diri dan lingkungan sekitar kita. Itu saja.
Jadi, biarlah cita-cita dakwah ini terus menari bersama irama gerakan dakwah yang semakin menemukan keragaman corak dan medannya. Biarlah tantangan dakwah dan godaan yang ada di dalamnya menjadi simpony yang akan menyejukkan sekaligus mengokohkan hati-hati kita. Pada akhirnya, konsistensi kesholehan, doa, ikhtiar dan kesungguhan kita jualah yang akan membuat dakwah ini tetap ada di bumi dimana kita berada. Karena itu pulalah kita tidak ingin menjadi aktivis minimalis. Wallahu’alam.
by: mamanto fani
Tak Semua...!!!
Mengoyak kepiluan di relung hati
Tak semua yang kuinginkan
Sesuai dengan yang kuharapkan
*** ----- ***-----***----***----***
Tak semua yang kuresapi
Punya ragam makna dihati
Tak semua yang kuimpikan
Dapat berubah jadi kenyataan
***----***----***----***---***----
Tak semua yang kusayangi
Mampu membahagiakan sanubari
Tak semua yang membuatku terlena
Mampu membawaku terbang kesana
***----***----***----***----***
Tak semua harta yang kumiliki
Akan kubawa sampaiku mati
lalu,haruskahku berhenti berharap???
Oh tidak ya Tuhan
Karena Engkaulah sang segala Maha....................